Pengunjung

Viewers

Powered by Blogger.

Label

Translate

Popular

Contributors

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Grain, Dust dan Noise

Dalam dunia fotografi, kita pasti pernah dengar mengenal istilah grain, noise dan dust. Bagaikan 3 saudara kembar, grain adalah kakak pertama, dust adalah kakak kedua dan si bungsu adalah noise. Mereka memang kembar identik, namun mereka tidaklah sama. Yuk kenalan sama mereka.

Grain
Dalam buku The Visual Dictionary of Photography terbitan Ava Academia, halaman 135, disebutkan bahwa grain merupakan bintik-bintik hasil sensitivitas emulsi film (negatif) yang membentuk sebuah imaji utuh setelah melewati proses kimia. Besar kecilnya bintik-bintik pembentuk imaji ini tergantung pada ISO film tersebut. Semakin besar ISO-nya semakin besar pula grainnya. Dengan pengertian seperti ini grain hanya berlaku di era fotografi film. Guru saya pernah menyampaikan hal yang serupa, "Grain is beautiful and Noise is ugly..." Grain pada film-film ISO 800 ke atas justru menjadi primadona para fotografer fine art.
Foto ini menggunakan Film Fuji ISO 200. Pada perbesaran 50% grain nampak halus dan artistik.
Dust
Dalam terjemahan bahasa inggris, dust berarti debu. Debu itu kan sebuah partikel yang kecillllllllll sekali dan suka traveling kemana-mana, ke dalam mata, ke sensorlah, ke lensalah dan juga ke negatif. Saat scan negatif atau mencetak foto dengan negatif kotor, maka dust akan menampakkan diri di dalam foto. Yang menjadi dilema adalah cara membedakan mana yang dust dan mana yang grain. Kebetulan pekerjaan inilah yang saya lakukan untuk buku Island of the Spirits, karya John Stanmeyer.

Membersihkan dust dari kumpulan file hasil scan dari film 6x6 itu cukup membuat mata saya sangat awas. Saya bekerja pada perbesaran 200% - 800% untuk melihat siapa yang dust dan siapa yang grain. Dengan perbesaran itu, yang nampak hanya pixel-pixel. Dengan melihat panel info, saya mendeteksi dust, karena biasanya dust menghasilkan nomer pixel yang tidak wajar, cenderung lebih putih atau hitam daripada pixel disekitarnya.

Dust yang besar adalah dust yang tampak di mata, seperti yang saya lingkari merah di foto dibawah ini. Sedangkan yang saya lingkari biru adalah texture yang mirip dengan dust, jadi harus bisa membedakan antara tekstur imaji, grain dan dust.

Nahhh untuk dust yang tak terlihat, kita harus bekerja pada perbesaran 200% lebih. Yang saya beri tanda panah merupakan dust yang tidak terlihat.

Yakkk inilah contoh dust yang bandel,, harus ke perbesaran 700% untuk mendeteksi dust.
Yang saya beri anak panah hijau adalah dust yang tak terlihat, saya butuh perbesaran 700% untuk bisa mendeteksi dust tersebut. Pertanyaannya, apakah berguna membersihkan dust sampai begitu detailnya? Bagi saya, karena tuntutan pekerjaan, ya saya patuhi perintah John. Dari segi fotografi, dust memang menggangu pandangan mata, layaknya ketika mata kita kelilipan. Jika dipandang dari segi kesempurnaan hasil cetak, cara ini adalah satu-satunya yang harus dilakukan. Saat foto-foto John dicetak bakal tampak bersih tanpa noda. Saya butuh waktu 3 bulan untuk membersihkan dust dari 120 foto.

Apakah dust juga ada di era digital? Ya tetap nongol dunk, kan dust hobinya traveling. Bedanya adalah di foto digital akan tampak dot merah pekat dab tengahnya biasanya berwarna putih. Apa itu? Itu adalah debu yang menempel pada sensor karena lapisan sensor paling atas adalah warna merah. Jika terdapat dot merah di hasil foto, maka cepat-cepat cuci sensor di toko yang sudah terpercaya.

Noise
Berbeda dengan kedua kakaknya, si bungsu ini emang sedikit aneh penampakannya. Noise bisa didefinisikan sebagai Pixel yang tidak pada tempatnya. Seperti yang saya sampaikan pada postingan Pixel, Pixel merupakan kotak-kotak penyusun sebuah digital imaji. Noise dihasilkan pada imaji yang menggunakan ISO tinggi, seperti ISO 800 - ISO 25.600 keatas. Seiring dengan perkembangan teknologi kamera digital, banyak DLSR yang menggunakan teknologi resolusi tinggi untuk mengurangi noise di ISO tinggi.

Bagaimanapun noise ini tetap saja kurang sedap dipandang. Maka dari itu kebanyakan fotografer lebih memilih mengurangi noise dengan software-software tertentu seperti Noise Ninja, atau Nik Define. Pun demikian dengan produsen kamera digital, mereka menanamkan teknologi noise reduction di dalam kamera.

Foto Kaka dibawah ini menggunakan kamera DSLR d200 ISO 1600, tanpa koreksi. Foto Ariel (sekarang vokalis Noah) sebelah kanan menggunakan film kodak ISO 400 push ke 1600.
Sekilas kedua foto ini tampak sama-sama, namun detail yang ada sangat berbeda. 
Crop 200%
Mari kita bandingkan antara noise dan grain pada perbesaran 200%. Tangan Kaka dan background nampak sekali noisenya dan kurang sedap. Sedangkan Ariel tampak lebih sedap karena grain yang ada di daerah shadow, midtone dan highlight menimbulkan efek artistik.

Kesimpulan:
Mereka tetap rukun sampai sekarang. Grain tidak membuat fotografer gelisah, namun noise dan dust akan selalu bikin fotografer resah.

Semoga bermanfaat.
2w_^
0 Komentar untuk "Grain, Dust dan Noise"

Back To Top