Portrait Henri Cartier-Bresson di tahun 1957 oleh Jane Bown. Sumber Foto: the Guardian |
Paris Oktober 1925. Sumber Foto: linternaute |
PARIS periode 1920-an
Henri Cartier-Bresson lahir di Chanteloup, Seine-et-Marne pada tanggal 22 Agustus 1908. Saat Bresson berumur 6 tahun, perang dunia pertama terjadi, yaitu pada tahun 1914-1918. Perang Dunia 1 memiliki dampak yang besar bagi moral bangsa Perancis yaitu banyaknya korban perang yang cacat, banyaknya pemuda pejuang yang tewas, banyaknya wanita yang menjadi janda. Awal tahun 1920an, Paris mengalami perubahan yang cukup drastis, yang populer dengan nama “Années Folles”.
Keriangan dalam berpesta pora di kalangan menengah dan kalangan atas menjadi tanda perubahan sosial saat itu. Perilaku itu dilakukan sebagai bentuk untuk melupakan pahitnya perang dunia 1.
Bukan hanya itu, karakter yang paling berubah adalah keinginan untuk bebas secara personal, khususnya di kota Paris. Di Paris, tahun 1920-an masyakarat lebih sering mencari hiburan dengan datang ke opera, sirkus, teater dan menikmati musik Jazz yang dinilai sangat fashionable saat itu.
Dalam dunia sastra, periode ini pula menjadi tahun pergerakan, dimana Andre Breton memperkenalkan aliran Surrealism dalam dunia sastra. Pergerakan itu juga dibarengi dengan konsep estetika yang berdampak pada sebagian besar dunia seni, yang populer dengan nama Art Deco. Dunia mode pun ikut bergeser.
Perubahan yang mencolok pada periode 1920an adalah fashion perempuan. Status janda perang dunia 1 pun sudah berubah. Tahun 1920 adalah kesempatan bagi perempuan untuk mencicipi aroma kebebasan dengan menjadi perempuan yang aktif dan independen. Dalam keseharian, mereka sangat menonjolkan sisi feminis dalam diri mereka lewat fashion. Model potongan rambut, make up, parfum, serta merokok di tempat umum. Fashion elegan yang diinginkan perempuan 1920an ini memunculkan desainer ternama di jaman itu seperti Jean Patou, Jeanne Lanvin, Paul Poiret dan tentu saja Coco Chanel.
Keriangan dalam berpesta pora di kalangan menengah dan kalangan atas menjadi tanda perubahan sosial saat itu. Perilaku itu dilakukan sebagai bentuk untuk melupakan pahitnya perang dunia 1.
Bukan hanya itu, karakter yang paling berubah adalah keinginan untuk bebas secara personal, khususnya di kota Paris. Di Paris, tahun 1920-an masyakarat lebih sering mencari hiburan dengan datang ke opera, sirkus, teater dan menikmati musik Jazz yang dinilai sangat fashionable saat itu.
Dalam dunia sastra, periode ini pula menjadi tahun pergerakan, dimana Andre Breton memperkenalkan aliran Surrealism dalam dunia sastra. Pergerakan itu juga dibarengi dengan konsep estetika yang berdampak pada sebagian besar dunia seni, yang populer dengan nama Art Deco. Dunia mode pun ikut bergeser.
Perubahan yang mencolok pada periode 1920an adalah fashion perempuan. Status janda perang dunia 1 pun sudah berubah. Tahun 1920 adalah kesempatan bagi perempuan untuk mencicipi aroma kebebasan dengan menjadi perempuan yang aktif dan independen. Dalam keseharian, mereka sangat menonjolkan sisi feminis dalam diri mereka lewat fashion. Model potongan rambut, make up, parfum, serta merokok di tempat umum. Fashion elegan yang diinginkan perempuan 1920an ini memunculkan desainer ternama di jaman itu seperti Jean Patou, Jeanne Lanvin, Paul Poiret dan tentu saja Coco Chanel.
Latar Belakang Bresson
Lukisan Bresson berjudul "Couple in Cambridge" dibuat pada tahun1928. Sumber: artesmagazine |
Bresson berasal dari keluarga yang memiliki bisnis tekstil. Bresson mempunyai bakat seni karena kakeknya adalah pelukis berbakat, pamannya adalah pelukis yang pernah memenangkan banyak penghargaan. Di saat umur 6 tahun, Bresson sudah bermimpi menjadi seorang pelukis. Bakat ini semakin terasah ketika Bresson mengikuti sekolah lukis di Paris.
Bresson muda sempat memperdalam Seni "melihat"dengan belajar sinematografi saat bekerja di sebuah PH di Paris pada akhir tahun 1930. Sebagai pemuda yang memiliki jiwa petualang, Bresson sempat berkelana di Afrika sebagai pemburu. Karena alasan kesehatan, tahun 1931 Bresson kembali ke Perancis, tepatnya di Marseille. Di kota inilah Bresson membeli kamera pertamanya, yaitu Leica. Lalu memulai karir sebagai fotografer jurmalis.
Decisive Moment
Saat perang dunia ke-2, Bresson sempat menjadi tahanan Jerman sebanyak 3 kali. 3 kali pula Bresson berusaha melarikan diri. Usaha itu membuahkan hasil pada pelarian yang ke tiga. Setelah masa-masa pahit tersebut, Bresson melanjutkan karirnya sebagai fotografer jurnalis. Pada tahun 1947, bersama Robert Capa, George Rodger, David 'Chim' Seymour dan William Vandivert, Bresson mendirikan foto agency bernama Magnum, dimana Magnum Photo Agency sekarang adalah salah satu agency foto terbesar di dunia. Setelah perjalanan keliling dunia, mulai dari Amerika, India, China, Indonesia, Burma dan Rusia, pada tahun 1952 Bresson kembali ke Eropa dan menerbitkan buku pertamanya berjudul "Images à la Sauvette" atau "The Decisive Moment".
Salah satu foto iconic Bresson |
Ini bukanlah sebuah portrait yang diatur oleh Bresson, orang tersebut secara tiba-tiba membalikkan badan, sesaat itu pula Bresson langsung menekan shutter dengan komposisi yang sempurna. |
Salah satu foto iconic dari Bresson. |
Foto Bresson tentang "Pasar Tradisional" saat di Ubud, Bali 1949. |
Spanyol 1933. |
Semua foto diatas bersumber di sini.
700.000 Foto
Sungguh luar biasa jumlah foto yang dihasilkan Bresson. Jika dibagi dengan 36 frame per roll, maka Bresson telah menghabiskan 19.444 roll film hitam putih. Dan semua foto yang dihasilkannya melalui kamera Rangefinder dengan lens 35mm, dimana pada jaman tersebut semua fotograer juga memakai kamera yang sejenis. Namun dengan ketepatan momen dan geometri yang menjadi stylenya, Bresson mampu menjadi fotografer yang sangat berbeda dengan para fotografer lainnya. Satu hal lagi yang membuat saya kagum dengan Bresson adalah semua fotonya tidak pernah di crop.
"To take a photograph is to align the head, the eye and the heart. It's a way of life..." Henri Cartier-Bresson
Semoga memberi inspirasi dan semangat untuk tetap berkarya.
2w_^
Diolah dari berbagai sumber:
Tag :
infotografi
0 Komentar untuk "Henri Cartier-Bresson: 700.000 foto tanpa crop"